Sabtu, 05 Januari 2013

MAKALAH PENYEWAAN RAHIM

BAB I

PENDAHULUAN

RUMUSAN MASALAH

a. Deskripsi Masalah atau Tema

1) Devinisi Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)

Sewa rahim atau Surrogate Mother adalah proses penanaman ovum seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang sah ke dalam rahim wanita lain dengan imbalan  sejumlah uang atau tanpa balasan karena berbagai sebab. Di antara penyebab terjadinya hal tersebut adalah  rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur atau salah satunya yang subur, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.


Jadi pada intinya bagi para pasangan suami istri yang memiliki permasalahan untuk mendapatkan keturunan atau dengan sebab-sebab yang telah penulis sebutkan di atas, menyewa seorang perempuan yang memiliki rahim, dan kelebihan yang lainnya untuk menampung dan merawat ovum dan sperma penyewanya, agar keinginan mereka untuk memiliki keturunan dapat tercapai serta permasalahan

yang mereka hadapi dapat terpecahkan.

2) Macam-macam Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)

Dari devinisi yang telah penulis sebutkan di atas, bahwa sapasang suami istri menyewa rahim seorang perempuan untuk menampung serta merawat benih mereka, maka ada beberapa macam pembagian dari masalah penyewaan rahim ini. Yaitu :

Bentuk pertama.

Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Proses seperti ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, akan tetapi rahimnya dibuang yang di sebabkan oleh pembedahan, memiliki cacat rahim yang di akibatkan oleh  penyakit yang kronis atau sebab-sebab yang lain.

Bentuk kedua.

Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dan dibekukan kemudian dimasukkan ke dalam rahim perempuan yang di sewa selepas kematian pasangan suami isteri itu.

Bentuk ketiga

Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya yang sah ) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Dalam hal ini adalah pada situasi seorang suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.

Bentuk keempat.

Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain (bukan istri yang sah), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Hal ini terjadi  apabila isteri terkena atau memiliki penyakit pada ovari, sedangkan rahimnya tidak mampu untuk menjalani proses kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (monopause)

Bentuk kelima.

Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.

3) Asal- muasal Surrogate Mother (penyewaan Rahim)

Penyewaan rahim sudah terjadi di negara bagian benua Eropa sejak lama. Sedangkan biaya dalam penyewaan rahim ini terhitung selama 9 bulan adalah sekitar USD 40.000. Sementara di Asia, terutama di India dan China, bisnis penyewaan rahim berharga di bawah USD 5.000, sedangkan didalam  negeri kita sendiri bisnis ini telah ada sejak 1970, yaitu sejak ditemukannya program bayi tabung.

Beberapa fakta yang terjadi di negara bagian Asia dan Eropa yaitu negara India dan Amerika Serikat, bisnis penyewaan rahim ini marak dilakukan. Terakhir adalah  kisah seorang  perempuan India yang rela menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika demi mendapatkan sesuap nasi. India menjadi pilihan berkembangnya bisnis persewaan rahim. Hal ini disebabkan karena biaya operasi, tenaga ahli dan klinik  di negara tersebut jauh lebih murah dibandingkan di negara Adi Kuasa itu. Sebagai perbandingannya harga sewa rahim di India hanya US$ 5.000-6.000 atau Rp 50-60 juta (kurs 10.000/US$) per bayi. Sedangkan biaya sewa rahim untuk pasangan asing dari barat dikenai biaya US$ 15.000-20.000 atau Rp150-200 juta. Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan sewa rahim di Amerika Serikat yang sebesar US$ 100.000 atau Rp 1 miliar per bayi. Sedangkan di Indonesia sempat marak kasus sewa rahim pada Januari 2009, pada tahun itu artis yang berinisial ZM diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami istri pengusaha. Artis tersebut mendapatkan imbalan satu unit mobil dan uang sebesar Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut.

4) Tujuan akan Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)

Apabila kita membahas tentang tujuan dari penyewaan rahim yang sedang semarak ini maka menurut penulis, setelah memahami dari peristiwa artis Indonesia yang menyewakan rahimnya. Maka penulis berpendapat bahwa para pelaku penyewaan ini bertujuan untuk membantu para pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan dengan cara menyewakan rahimnya untuk menampung ovum dan sperma penyewanya yang telah disenyawakan. Namun, meski tujuan dari semua itu adalah agar mendapat keturunan, sebenarnya banyak alasan untuk melakukan hal ini, di antaranya adalah seperti kasus yang terjadi di India, perempuan ini rela menyewakan rahimnya untuk kepentingan perekonomian keluarganya. Akan tetapi berbeda bagi istri yang sangat takut untuk kehilangan kecantikannya atau kemolekkan tubuhnya, sehingga dia memilih untuk menyewa rahim seorang perempuan untuk mengandung anaknya dan hal itu di dukung pula dengan kondisi perekonomian keluarganya yang serba berkecukupan.

5) Proses Surrogate Mother (Penyewaan Rahim).

Seorang ibu pengganti (surrogate mother) adalah seorang wanita yang secara artifisial di inseminasi dengan sperma seorang pria yang bukan suaminya, ia mengandung kemudian menyerahkan bayi yang dilahirkan kepada pria tersebut untuk diasuh, hampir dalam semua kasus, pria memilih seorang pengganti karena isterinya infertil. Setelah lahir sang isteri akan mengadopsi anak tersebut. Tidak seperti surrogate gestational motherhood, yang melibatkan transfer embrio setelah fertilisasi in vivo atau in vitro (FIV), surrogate motherhood hanya tergantung pada teknologi inseminasi buatan. Alasan utama bagi penggunaan ibu penganti sebagai pilihan reproduktif adalah untuk menghasilkan seorang anak yang memiliki hubungan genetik dengan sang suami.

Penggunaan istilah pengganti (surrogate) bagi wanita yang merupakan ibu gestational dan ibu pengganti dari anak tersebut tampak salah dipahami oleh orang, yang beranggapan bahwa ibu yang diadopsi adalah "pengganti" bagi ibu biologis yang telah menyerahkan anak tersebut. Meskipun demikian, sikap yang berlainan dapat diambil, karena wanita yang mengadopsi (adoptive woman) akan memainkan peran ibu yang utama dengan mengasuh anak tersebut, sementara ibu biologis berfungsi sebagai seorang pengganti dalam menyiapkan komponen untuk reproduksi yang tidak dimiliki adopsi. Meskipun istilah ibu pengganti bersifat ambiobous dan bukan merupakan istilah medis, istilah ini akan dipakai dalam tulisan ini untuk mengartikan seorang wanita yang mengandung dan memberi gestasi seorang anak untuk diasuh oleh seorang ayah biologis dan isterinya. Penggunaan seorang ibu pengganti yang memberikan oosit dan rahim bagi seorang anak, kini lebih menjadi umum, jika dibandingkan dengan penggunaan seorang ibu pengganti gestational, yang hanya memberikan rahim saja.

Dibandingkan dengan teknologi reproduksi lainnya yang didiskusikan dalam laporan ini, ibu pengganti hanya diberikan sedikit perhatian dalam keputusan kedokteran. Dalam laporan-laporan Panitia Etik tahun 1986 dan 1990, pengganti (surrogacy) direkomendasikan jika dilakukan sebagai eksperimen klinis. Dalam rentang waktu 1986-1993, hampir tidak ada laporan yang ditinjau dalam kepustakaan medik yang dilakukan menurut pedoman yang direkomendasikan. Hanya terdapat satu studi retrospektif dalam kepustakaan medik dalam rentang waktu tersebut. Studi ini berkaitan dengan 44 kehamilan dengan ibu pengganti dari seorang dokter pribadi yang memiliki hubungan dengan pengacara hukum (Reame, 1990). Berbeda dengan pengganti lengkap (complete surrogacy), terdapat beberapa publikasi tinjauan medis tentang ibu yang menjadi ibu pengganti.

6) Dampak positif dan negatif Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)

Setiap hal yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki dampak, baik bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain, bahkan bisa saja kedua-duanya terkena dampak dari perbuatan salah satu orang. Dalam kasus Surrogate Mother atau Penyewaan Rahim tentunya juga memiliki dampak negatif dan positifnya.

Damapak positif dari Surrogate Mother ini adalah dari kedua belah pihak yang melakukan perjanjian sewa-menyewa rahim sama-sama mendapat keuntungan. Dari pihak penyewa mendapat keuntungan memiliki keturunan selain alasan mengapa memilih jalan menyewa rahim. Sedangkan dari pihak yang menyewakan tentunya mendapatkan materi yang telah disepakati sebelumnya.

Dari segi negatifnya penulis akan menjelaskan satu persatu dari pihak yang bersangkutan, yaitu :

Wanita yang disewa.

Wanita ini sebenarnya pihak yang paling di rugikan, hal ini di karena ia hanya disewa selama 9 bulan untuk mengandung bayi penyewanya, yang artinya bagaimana kesehatan dan keadaan fisik perempuan tersebut setelah melahirkan nanti sudah bukan tanggung jawab pasangan yang menyewanya. Jadi apabila terjadi pendarahan, atau komplikasi pasca melahirkan, wanita ini tidak berhak menuntut apapun kepada penyewanya, karena dalam perjanjian, posisinya inferior. Pasangan yang menyewa hanya berpikir untuk mengambil bayi hasil pesanan, bayar sewa dan selesai. Selain itu secara psikis, bagaimanapun seorang ibu pasti mempunyai ikatan batin yang kuat dengan bayi yang telah 9 bulan bergantung dalam rahimnya. Pasangan penyewa tidak akan memperdulikan dengan kondisi dari perasaan si wanita yang notabene adalah seorang ibu yang pasti akan merasa sangat kehilangan “sesuatu ” yang telah menjadi bagian dari dirinya. Apalagi ini juga diperberat dengan jika ASI si ibu keluar lancar, ia akan merasa kesakitan untuk bisa menghentikan aliran ASI-nya. Memang wanita sewaan telah mengetahui resiko akan ada rasa kehilangan tersebut, namun sebelum benar-benar mengalaminya, seorang wanita tidak akan pernah tahu seberapa sakit rasa dipisahkan dengan bayi yang seharusnya ia bisa asuh sendiri itu. Masyarakat kita masih menjunjung tinggi kehormatan wanita dalam sebuah perkawinan yang sah. Karena itu secara moral juga, si wanita akan dipandang hina oleh masyarakat karena dianggap telah hamil di luar nikah, mengandung anak hasil perzinahan, dan setelah melahirkan pun, pandangan rendah pada sosok wanita ini tak akan hilang begitu saja. Dalam hal ini wanita sewaan mengalami kerugian fisik, mental, maupun moral.

Bayi yang dilahirkan.

Bayi yang menjadi pusat permasalahan hingga terjadi proses sewa menyewa ini tak kalah merugi dengan adanya kasus seperti ini. Bagaimana tidak karena ia sama sekali tidak akan pernah mendapatkan haknya untuk menghisap ASI ibu kandungnya sendiri. ASI merupakan asupan gizi vital yang seharusnya diberikan pada bayi, namun dalam kasus sewa menyewa rahim, hal ini tidak akan pernah dipikirkan. Masa kontrak hubungan penyewa dengan wanita yang disewanya hanya selama bayi berada dalam kandungan. Setelah bayi lahir, hubungan mereka putus. Praktis ASI bukan bagian dari kontrak sewa rahim. Seperti yang beberapa waktu lalu ditayangkan dalam salah satu stasiun televisi, kenyataannya ada klinik-klinik tertentu yang malah menyediakan layanan penyewan rahim ini satu paket dengan pengurusan dokumen-dokumennya yang notabene adalah palsu. Dalam surat dan akta kelahiran si bayi pun tertera nama ibu kandung yang sebenarnya adalah ibu angkat yang telah menyewa rahim wanita malang itu. Jadi selama hidupnya si bayi tidak akan pernah merasakan kasih sayang ibu kandung yang sebenarnya. Bayi yang dilahirkanpun mengalami kerugian fisik dan psikis.

Si penyewa wanita.

Apakah si wanita yang menyewa juga mengalami kerugian? Sepertinya tidak karena ia memang menghendaki semua ini terjadi. Namun siapa yang tahu bahwa di kedalaman hatinya pastilah ada perasaan tak rela mengijinkan suaminya sendiri berhubungan sex dengan wanita lain. Meski hanya sebatas kontrak, namun mereka pasti telah menyeleksi wanita yang akan disewa rahimnya adalah benar-benar wanita sehat dan sesempurna mungkin. Bagaimana dengan perasaan si istri sah ini ketika membesarkan anak hasil hubungan suaminya dengan wanita sewaan yang pastinya bukan wanita sembarangan itu? Ketulusan kasih sayang yang diberikan akan sangat diragukan realitasnya.

Si penyewa pria.

Sepertinya memang hanya si suami yang sama sekali tidak merugi dengan kasus penyewaan rahim ini. Karena ia mendapatkan anak dari benihnya sendiri, yang berarti bahwa bayi yang dilahirkan adalah anak kandungnya. Selain itu ia juga bisa sekalian “piknik” menikmati hubungannya dengan wanita selain istrinya, yang pasti adalah wanita terpilih yang benar-benar terseleksi kwalitasnya. Karena mereka menginginkan bibit bayinya kelak adalah bibit yang baik. Kalaupun diitung ada ruginya paling hanya besaran jumlah materi yang harus ia keluarkan untuk biaya sewa rahim. Tapi toh itupun masih setimpal dengan apa yang didapatnya, seorang anak kandung (yang tidak akan bisa dihargai dengan uang sebesar apapun), dan kenikmatan sesaat yang dilegalkan. Jadi dari keempat orang yang terlibat dalam kasus ini tampaknya si suami penyewa rahim wanita itu adalah yang paling untung dan tanpa mengalami kerugian apapun.

2. Alat pemecah masalah (المنهاج المختبرة)

Dalam hal penyewaan rahim, dalam al qur’an maupun assunnah tidak disebutkan secara shorih dalil yang menyebutkannya, karena hal ini termasuk kasus baru atau masalah fiqih yang kontemporer. Maka untuk memecahkan pencarian hukum permasalahan diatas, maka penulis menggunakan metode qiyas.

Qiyas menurut bahasa berarti “mengukur” , maksudnya adalah mengukur sesuatu dengan yang lainnya untuk diketahui persamaan antara keduanya. Dalam kitabnya Wahbah Az Zuhaili mengemukakan bahwa qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan karena persamaan ‘illat antara keduanya. Sedangkan para ulama ushul fiqih menyatakan qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak bernash, dengan sesuatu yang bernash (dalam al-Qur’an dan hadits), dengan menyeberangkan kesamaan ‘illat.

Dasar diperbolehkannya qiyas adalah :

QS An Nisa’ : 59

Dialog antara rasulullah dengan muadz bin jabbal.

Qiyas akan dianggap sah apabila sudah terpenuhi rukun-rukunnya. Para ulama ushul fiqih bersepakat, bahwasanya rukun qiyas ada 4, yaitu :

Al Ashlu.

Adalah masalah yang telah ditetapkan hukumnya dalam nash. Baik itu dalam al qur’an maupun assunnah.

Hanafi MA. Mengemukakan beberapa syarat dari al ashlu adalah sebagai berikut:

Hukum yang hendak dipindahkan kepada cabang masih ada pada pokoknya. Kalau sudah tidak ada, misalkan sudah dihapuskan pada masa rasulullan,maka tidak mungkin terdapat pemindahan hukum.

Hukum yang terdapat pada hukum ashl itu adalah hukum syara’, bukan hukum akal atau yang berhubungan dengan bahasa.

Hukum ashal bukan merupakan hukum pengecualian.

Hukmul ashl

Yaitu hukum syara’ yang hendak ditetapkan kepada al far’u dengan jalan qiyas. Syarat – syaratnya menurut abu zahrah adalah sebagai berikut :

Hukum asal hendaklah berupa hukum syara’yang berhubungan dengan amal perbuatan, karena yang menjadi kajian ushl fiqh adalah hukum yangnmenyangkut amal perbuatan

Hukum ashal dapat ditelusuri illat hukumnya.

Hukum ashal itu bukan merupakan kekhususan bagi Nabi. misalnya kebolehan Rasulullah beristri lebih dari empat wanita sekaligus.

Al far’u

Yaitu sesuatu yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Alqur’an, sunnah , atau ijma’, yang hendak ditemukan hukumnya melalui qiyas, misalnya minuman keras wisky.

Syarat-syarat far’u menurut A. Hanafi MA adalah :

Cabang tidak mempunyai ketentuan sendiri. Jika cabang yang diqiyaskan itu telah ada ketegasan hukumnya dalam Al-qur’an dan As-sunnah maka qiyas tidak lagi berfungsi dalam masalah tersebut.

‘illat yang terdapat pada cabang terdapat sama dengan yang terdapat pada ashal.

Hukam cabang harus sama dengan hukum pokok.

Illat

Illat menurut bahasa berarti sesuatu yang bisa mengubah keadaan, misalnya penyakit disebut ‘illat karena sifatnya mengubah kondisi seseorang yang terkena penyakit itu. Menurut istilah, seprti yang dikemukakan oleh wahbah az zuhaili adalah “suatu sifat konkret yang dapat dipastiakn keberadaanya pada setiap pelakunya dan menurut sifatnya sejalan dengan tujuan pembentukan suatu hukum yang mewuudkan kemashlahatan dengan meraih kemanfaatan dan menolak kemadlaratan dari manusia.”

Adapun mengenai syarat-syaratnya, para ulama ushul fiqih mengemukakan beberapa syarat, yaitu :

Illat harus berupa sesuatu yang ada kesesuainnnya dengan tujuan pembentukan suatu hukum. Artinya, kuat dugaan bahwa hukum itu terwujud karena alasannya adanya ‘Illat itu bukan karena sesuatu yang lain. Dugaan kuat itu timbul sebagai hasil dari penelitian hubungan sesuatu yang dianggap ‘illat itu dengan kemaslahatan.

Illat harus bersifat jelas. Maka sesuatu yang tersembunyi atau samar-samar tidak sah dijadikan ‘illat karena tidak dapat didetiksi keadaannya.

‘illat harus berupa sesuatu yang bisa dipastikan bentuk, jarak, atau kadar timbangannya jika berupa barang yang ditimbang sehingga tidak jauh berbeda pelaksanannya antara pelaku dengan pelaku lain.

Qiyas dari segi perbandingan illat yang terdapat pada ashalnya, terbagi menjadi 3 macam, yaitu :

Qiyas Awlawi, yaitu bahwa ‘illat yang terdapat pada far’u lebih utama dari pada ‘illat yang terdapat pada ashal.

Qiyas masawi, yaitu qiyas dimana ‘illat yang terdapat pada cabang far’u sama bobotnya dengan bobot ‘illat yang terdapat pada ashal.

Qiyas al-adna, yaitu mengqiyaskan sesuatu yang kurang kuat menerima hukum.

Sedangkan bila dilihat dari segi kejelasan illat, maka qiyas dibagi dua, yaitu :

Qiyas jali, yaitu qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang ditegaskan dalam al-qur’an dan sunnah Rasulullah, atau yidak ditegaskan secara tegas dalam salah satu sumbertersebut, tetapi berdasarkan penelitian, kuat dugaan bahwa tidak ada ‘illatnya.

Qiyas khafi, yaitu qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang di istinbathkan dari hukum ashal.

BAB II

DESKRIPSI PERMASALAHAN

Permasalahan Surrogate Mother atau penyewaan rahim perempuan memang sangat menyita perhatian pada saat ini. Sebab dalam pengambilan hukumnya masih di perdebatkan oleh kalangan ulama. Penyebab dari perdebatan dikalangan ulama adalah proses penyewaan rahim atau Surrogate Mother yang menanamkan ovum seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang sah ke dalam rahim wanita lain dengan imbalan  sejumlah uang atau tanpa balasan dengan berbagai sebab. Sehingga dari para ulama masih memperdebatkan kasus yang telah terjadi terhadap artis yang berinisial ZM pada Januari 2009 yang diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi dari pasangan suami istri pengusaha.

Alasan penulis untuk Kontra atau tidak menyetujui adanya penyewaan rahim adalah dari pembahasan di atas telah diketahui bahwa surrogate mother memiliki sisi yang negatif sangat banyak dari pada dampak positifnya. Di bawah ini penulis akan menjabarkan permasalahan penyewaan rahim dari berbagai sudut pandang.

Sudut Pandang Agama.

Berkembangnya masalah ini tidak terlepas dari pantauan fiqih Islam karena segala perbuatan manusia tidak akan pernah terlepas dari hukum Islam. Penyewaan rahim baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi dan dengan tujuan apapun di hukumi haram dalam islam. Untuk masalah penyewaan rahim, ulama bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang dalam islam dengan menimbang beberapa alasan. Yaitu:

 Tidak adanya tali pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim. Dalam syariat islam, syarat mutlak atas status legal atau sah dari kelahiran seorang anak ke alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan rahim, maka dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi islam sangat menjaga kesucian nasab.

Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli. Rahim tidak termasuk dalam barang yang bisa diserah terimakan dengan imbalan materi misalkan dengan disewa atau diperjual belikan atau dengan tanpa imbalan misalkan dipinjamkan atau diserahkan dengan sukarela.

Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak dan menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab. Terkadang dapat terjadi penyia-nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari penyewaan rahim, misalkan saja kalau terjadi cacat pada anak tersebut atau hal-hal yang tidak dapat diterima oleh pihak penyewa, dan pihak yang disewa juga tidak mau merawatnya karena tidak termasuk dalam perjanjian.

 Pada 13 Juni 1979 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung yang boleh dilakukan tapi tidak dengan penyewaan rahim. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) memfatwakan sebagai berikut :

Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibuyang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudianmelahirkannya, dan sebaliknya).

Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

 Sudut Pandang Hukum. Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan PelayananTeknologi Reproduksi Buatan.

Sudut Pandang Moral. Secara sisi moral bagi wanita yang telah menyewakan rahimnya, biasanya jika telah mengandung dan melahirkannya si wanita tersebut sulit untuk memberikan janin yang telah dilahirkannya. Maka dari itu akan memancing timbulnya konflik antara pasangan yang telah menyewa rahim dan wanita yang menyewakan rahimnya.

Sudut Pandang Masyarakat. Perempuan yang telah menyewakan rahimnya akan mendapat stigma buruk jika ketahuan melakukan sewa rahim. Apalagi jika hal tersebut dilakukan di Indonesia yang memiliki hukum dan budaya yang kuat. Biasanya jika masyarakat mengetahui ada wanita yang telah menyewakan rahimnya, maka masyarakat akan memandang buruk atau menilai rendah wanita tersebut. Bisa-bisa wanita tersebut akan dikucilkan dari lingkungan masyarakat.

Sudut Pandang Negara Lain. Negara yang memberlakukan hukum Islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.

BAB III

ISTINBATH ATAU HASIL

Penggunaan manhaj qiyas dalam istinbath hukum harus mempunyai 4 unsur, yaitu : ashl, far’u , hukum asal, dan illat.

Dalam masalah penyewaan rahim ini, yang menjadi unsur-unsur tersebut adalah :

Al far’u           : nasab anak yang di lahirkan melalui proses penyewaan rahim

Al ashlu           : -  permasalhan Radha’ah

Dalil QS Lukman 14.

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Hukum asal

Yang dimaksud dengan hukum Ashl yaitu ketentuan yang ada pada Ashl, yang sudah ditetapkan melalui nash, dan juga hukum syara’ yang terdapat pada ashal yang hendak ditetapkan pada far’u dengan jalan qiyas. Pada masalah nasab anak yang di lahirkan dari proses penyewaan rahim ini, yang menjadi hukum asal masalah adalah di perbolehkan, karena menyusukan anak kepada orang lain adalah boleh.

Illat

Untuk mengetahui illat dari nasab anak yang di lahirkan melalui proses penyewaan rahim maka harus dilakukan ta’liilul hukmi

تعليل الحكم

السبر (identifikasi)

Persamaan yang dapat ditemui antara rahim titipan dengan radha’ah adalah beberapa hal sebagai berikut :

Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.

Memberikan nutrisi kepada anak.

Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa perantara alat.

Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada rahim.

Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang ( yang menyusui atau mengandung).

التقسيم (klasifikasi)

منضبط (benda yang konkrit)

Memberikan nutrisi kepada anak.

Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa perantara alat.

Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang ( yang menyusui atau mengandung).

غير منضبط (benda yang abstrak)

Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.

Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada rahim.

تنقيح المنط   (membersihkan illat)

Menghilangkan hal – hal yang tidak bisa dijadikan illat. Yaitu hal – hal yang termasuk dalam golongan ghairu mundlabith.

Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.

Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada rahim.

تحقيق المناط   (penegasan)

Setelah pembuangan hal – hal diatas, maka didapati beberapa hal yang tegas menjadi illat dari permasalahan ini, yaitu :

Memberikan nutrisi kepada anak.

Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa perantara alat.

Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang ( yang menyusui atau mengandung)

Berdasarkan faktor-faktot diatas, maka didapati bahwasanya pernikahan antara seseorang dengan saudara rahim titipannya tidak dapat dibenarkan dalam hukum islam. Karena berdasarkan metode qiyas di dapati hasil hukum yang sama antara anak yang lahir dari rahim titipan dengan anak radha’ah. Keduanya mendapatkan nutrisi secara langsung dari inang tanpa perantara suatu apapun, artinya terdapat kontak secara langsung dan nutrisi itu menjadi unsur pembangun dalam tubuh si anak.

Adapun konsekuensi dari masalah di atas adalah hubungan keluarga antara anak dan inang sehingga anak tersebut mempunyai hubungan saudara kandung dengan anak kandung inang yang haram untuk dinikahkan. Selain itu disebutkan pula dalam Surat Al Luqman ayat 14, sebagai berikut :

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Dari ayat diatas, dapat diketahui bahwasanya yang dimaksud dengan ibu adalah yang mengandung dan melahirkan, jadi meskipun tidak sedang dalam satu susuan, anak yang lahir secara normal dari rahim suatu ibu, dengan anak yang lahir dari rahim tersebut secara titipan tetaplah satu rahim dan disamakan nasabnya. Artinya SM menjadi seorang ibu biologis bagi benih yang dititipkan dalam kandungannya.

Di indonesia sendiri, rahim titipan sebenarnya merupakan sesuatu yang tegas di haramkan. Namun apabila terjadi kasus seperti diatas, maka pernikahan yang mereka lakukan disamakan dengan pernikahan sedarah (inses) yang dihukumi fasakh apabila terlanjur terjadi, dan haram dilakukan apabila masih belum terjadi.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis simpulkan bahwa Penyewaan rahim ini :

1) Rahim titipan adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri, dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sampai dia lahir, kemudian suami istri memberikan sejumlah imbalan atas jasa rahim yang telah diberikannya.

2) Para ulama menyatakan perbedaan pendapat tentang nasab anak yang dilahirkan melalui proses sewa rahim. Pendapat pertama menyatakan bahwa anakyang lahir dari proses ini di nasabkan kepada ibu pemilik benih. Manakala ibu yang mengandung dan melahirkan itu seumpama ibu susuan itu, maka anak ini tidak dinasabkan padanya, hanya sekadar hukum sepersusuan. Pendapat ini di kemukakan oleh, Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Abdul Hafiz Hilmi, Dr. Mustafa Al-Zarqa, Dr. Zakaria Al-Bari, Dr. Muhammad As-Surtowi Dekan Fakulti Syariah Universiti Jordan dan lain-lain. Pendapat ini berlandaskan asas bahawa persenyewaan benih di antara benih suami isteri yang diikat oleh ikatan perkahwinan yang sah, maka janin itu dinasabkan kepada mereka. Manakala ibu tumpang tersebut mengambil hukum ibu susuan kerana ibu susuan memberi minum susunya, lebih-lebih lagi ibu tumpang yang anak tersebut mendapat makanan dari darahnya dari awal pembentukannya hingga sempurna kejadian sebagai seorang bayi dan lahir. Oleh karena itu, lebih pantas nasab anak ini untuk ibu tumpang tersebut dihukumkan sebagai ibu susuan. Di samping itu, ciri-ciri diri manusia dan sifat yang diwarisinya ditentukan oleh mani dan benih ibubapaknya, bukan ibu yang mengandung dan melahirkannya, kerana ibu tumpang hanya tempat bergantung dan tumpang membesar. Hujah ini juga merupakan hujah kebanyakan doktor yang ahli dalam bidang ini. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa Termasuk golongan ini ialah sebagian besar para ulama’ dan peneliti antaranya Sheikh Abdullah bin Zaid Ali mahmud, Dr. Muhammad Yusuf Al-Muhammadi, Sheikh Muhammad Al-Khudri, Qadi Mahkamah Agung di Riyadh dan lain-lain. Mereka berpendapat bahawa ibu yang dinasabkan kepada anak ini adalah ibu yang mengandungkan bayi dan melahirkannya, manakala ibu pemilik benih itu seumpama ibu susuan. Mereka melihat dari sudut anak itu dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya kerana nasab anak ditentukan berdasarkan tiga perkara yaitu wanita yang melahirkannya, pengakuan suami, dan saksi. Kemudian dari pada itu, ibu yang melahirkan anak tersebut akan mewarisi harta, dan anak itu dinasabkan kepada suaminya, kerana  الولد للفراس (anak adalah untuk suami). Pendapat ini di tunjang oleh dalil yang di gunakan oleh Mereka yaitu :

Surah Al-Mujadalah : ayat 2,

Artinya : “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

Surah Al-Ahqaf : ayat 15 Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".

Surah Al-Baqarah : ayat 233

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Surah Az-Zumar : ayat 6

Artinya : “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

Surah An-Nahl : ayat 78.

Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

3) Hukum nasab anak yang lahir dari rahim titipan milik ibunya adalah sama dengan radha’ah yaitu haram, berdasarkan hasil istinbath menggunakan manhaj QIYAS. Pendapat ini penyewaan rahim ini dalam sudut syariat islam, syarat mutlak atas status legal atau sah dari kelahiran seorang anak ke alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan rahim, maka dikhawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi islam sangat menjaga kesucian nasab.

4) Sudut Pandang Hukum. Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan PelayananTeknologi Reproduksi Buatan.

0 komentar:

Jangan Lupa Komentar Looo...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.