BAB I
PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH
a. Deskripsi Masalah atau Tema
1) Devinisi Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)
Sewa rahim atau Surrogate Mother adalah proses penanaman
ovum seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang sah ke dalam rahim
wanita lain dengan imbalan sejumlah uang
atau tanpa balasan karena berbagai sebab. Di antara penyebab terjadinya hal tersebut
adalah rahim pemilik ovum tidak baik
untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur atau
salah satunya yang subur, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan
kecantikannya dan sebagainya dari beberapa motif yang ada.
Jadi pada intinya bagi para pasangan suami istri yang
memiliki permasalahan untuk mendapatkan keturunan atau dengan sebab-sebab yang
telah penulis sebutkan di atas, menyewa seorang perempuan yang memiliki rahim,
dan kelebihan yang lainnya untuk menampung dan merawat ovum dan sperma
penyewanya, agar keinginan mereka untuk memiliki keturunan dapat tercapai serta
permasalahan
yang mereka hadapi dapat terpecahkan.
2) Macam-macam Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)
Dari devinisi yang telah penulis sebutkan di atas, bahwa
sapasang suami istri menyewa rahim seorang perempuan untuk menampung serta
merawat benih mereka, maka ada beberapa macam pembagian dari masalah penyewaan
rahim ini. Yaitu :
Bentuk pertama.
Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami
(sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Proses seperti ini
digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, akan tetapi rahimnya
dibuang yang di sebabkan oleh pembedahan, memiliki cacat rahim yang di
akibatkan oleh penyakit yang kronis atau
sebab-sebab yang lain.
Bentuk kedua.
Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dan dibekukan kemudian dimasukkan ke dalam rahim perempuan yang di
sewa selepas kematian pasangan suami isteri itu.
Bentuk ketiga
Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan
suaminya yang sah ) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Dalam hal ini
adalah pada situasi seorang suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan
pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
Bentuk keempat.
Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain (bukan
istri yang sah), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Hal ini
terjadi apabila isteri terkena atau
memiliki penyakit pada ovari, sedangkan rahimnya tidak mampu untuk menjalani
proses kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (monopause)
Bentuk kelima.
Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian
dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan
ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak
boleh hamil.
3) Asal- muasal Surrogate Mother (penyewaan Rahim)
Penyewaan rahim sudah terjadi di negara bagian benua Eropa
sejak lama. Sedangkan biaya dalam penyewaan rahim ini terhitung selama 9 bulan
adalah sekitar USD 40.000. Sementara di Asia, terutama di India dan China,
bisnis penyewaan rahim berharga di bawah USD 5.000, sedangkan didalam negeri kita sendiri bisnis ini telah ada
sejak 1970, yaitu sejak ditemukannya program bayi tabung.
Beberapa fakta yang terjadi di negara bagian Asia dan Eropa
yaitu negara India dan Amerika Serikat, bisnis penyewaan rahim ini marak
dilakukan. Terakhir adalah kisah
seorang perempuan India yang rela
menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika demi mendapatkan sesuap nasi.
India menjadi pilihan berkembangnya bisnis persewaan rahim. Hal ini disebabkan
karena biaya operasi, tenaga ahli dan klinik
di negara tersebut jauh lebih murah dibandingkan di negara Adi Kuasa
itu. Sebagai perbandingannya harga sewa rahim di India hanya US$ 5.000-6.000
atau Rp 50-60 juta (kurs 10.000/US$) per bayi. Sedangkan biaya sewa rahim untuk
pasangan asing dari barat dikenai biaya US$ 15.000-20.000 atau Rp150-200 juta.
Biaya ini jauh lebih rendah dibandingkan sewa rahim di Amerika Serikat yang
sebesar US$ 100.000 atau Rp 1 miliar per bayi. Sedangkan di Indonesia sempat
marak kasus sewa rahim pada Januari 2009, pada tahun itu artis yang berinisial
ZM diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami
istri pengusaha. Artis tersebut mendapatkan imbalan satu unit mobil dan uang
sebesar Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut.
4) Tujuan akan Surrogate Mother (Penyewaan Rahim)
Apabila kita membahas tentang tujuan dari penyewaan rahim
yang sedang semarak ini maka menurut penulis, setelah memahami dari peristiwa
artis Indonesia yang menyewakan rahimnya. Maka penulis berpendapat bahwa para
pelaku penyewaan ini bertujuan untuk membantu para pasangan suami istri untuk
mendapatkan keturunan dengan cara menyewakan rahimnya untuk menampung ovum dan
sperma penyewanya yang telah disenyawakan. Namun, meski tujuan dari semua itu
adalah agar mendapat keturunan, sebenarnya banyak alasan untuk melakukan hal
ini, di antaranya adalah seperti kasus yang terjadi di India, perempuan ini
rela menyewakan rahimnya untuk kepentingan perekonomian keluarganya. Akan
tetapi berbeda bagi istri yang sangat takut untuk kehilangan kecantikannya atau
kemolekkan tubuhnya, sehingga dia memilih untuk menyewa rahim seorang perempuan
untuk mengandung anaknya dan hal itu di dukung pula dengan kondisi perekonomian
keluarganya yang serba berkecukupan.
5) Proses Surrogate Mother (Penyewaan Rahim).
Seorang ibu pengganti (surrogate mother) adalah seorang
wanita yang secara artifisial di inseminasi dengan sperma seorang pria yang
bukan suaminya, ia mengandung kemudian menyerahkan bayi yang dilahirkan kepada
pria tersebut untuk diasuh, hampir dalam semua kasus, pria memilih seorang
pengganti karena isterinya infertil. Setelah lahir sang isteri akan mengadopsi
anak tersebut. Tidak seperti surrogate gestational motherhood, yang melibatkan
transfer embrio setelah fertilisasi in vivo atau in vitro (FIV), surrogate
motherhood hanya tergantung pada teknologi inseminasi buatan. Alasan utama bagi
penggunaan ibu penganti sebagai pilihan reproduktif adalah untuk menghasilkan
seorang anak yang memiliki hubungan genetik dengan sang suami.
Penggunaan istilah pengganti (surrogate) bagi wanita yang
merupakan ibu gestational dan ibu pengganti dari anak tersebut tampak salah
dipahami oleh orang, yang beranggapan bahwa ibu yang diadopsi adalah
"pengganti" bagi ibu biologis yang telah menyerahkan anak tersebut.
Meskipun demikian, sikap yang berlainan dapat diambil, karena wanita yang
mengadopsi (adoptive woman) akan memainkan peran ibu yang utama dengan mengasuh
anak tersebut, sementara ibu biologis berfungsi sebagai seorang pengganti dalam
menyiapkan komponen untuk reproduksi yang tidak dimiliki adopsi. Meskipun
istilah ibu pengganti bersifat ambiobous dan bukan merupakan istilah medis,
istilah ini akan dipakai dalam tulisan ini untuk mengartikan seorang wanita
yang mengandung dan memberi gestasi seorang anak untuk diasuh oleh seorang ayah
biologis dan isterinya. Penggunaan seorang ibu pengganti yang memberikan oosit
dan rahim bagi seorang anak, kini lebih menjadi umum, jika dibandingkan dengan
penggunaan seorang ibu pengganti gestational, yang hanya memberikan rahim saja.
Dibandingkan dengan teknologi reproduksi lainnya yang
didiskusikan dalam laporan ini, ibu pengganti hanya diberikan sedikit perhatian
dalam keputusan kedokteran. Dalam laporan-laporan Panitia Etik tahun 1986 dan
1990, pengganti (surrogacy) direkomendasikan jika dilakukan sebagai eksperimen
klinis. Dalam rentang waktu 1986-1993, hampir tidak ada laporan yang ditinjau
dalam kepustakaan medik yang dilakukan menurut pedoman yang direkomendasikan.
Hanya terdapat satu studi retrospektif dalam kepustakaan medik dalam rentang
waktu tersebut. Studi ini berkaitan dengan 44 kehamilan dengan ibu pengganti
dari seorang dokter pribadi yang memiliki hubungan dengan pengacara hukum
(Reame, 1990). Berbeda dengan pengganti lengkap (complete surrogacy), terdapat
beberapa publikasi tinjauan medis tentang ibu yang menjadi ibu pengganti.
6) Dampak positif dan negatif Surrogate Mother (Penyewaan
Rahim)
Setiap hal yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki
dampak, baik bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain, bahkan bisa saja
kedua-duanya terkena dampak dari perbuatan salah satu orang. Dalam kasus
Surrogate Mother atau Penyewaan Rahim tentunya juga memiliki dampak negatif dan
positifnya.
Damapak positif dari Surrogate Mother ini adalah dari kedua
belah pihak yang melakukan perjanjian sewa-menyewa rahim sama-sama mendapat
keuntungan. Dari pihak penyewa mendapat keuntungan memiliki keturunan selain
alasan mengapa memilih jalan menyewa rahim. Sedangkan dari pihak yang
menyewakan tentunya mendapatkan materi yang telah disepakati sebelumnya.
Dari segi negatifnya penulis akan menjelaskan satu persatu
dari pihak yang bersangkutan, yaitu :
Wanita yang disewa.
Wanita ini sebenarnya pihak yang paling di rugikan, hal ini
di karena ia hanya disewa selama 9 bulan untuk mengandung bayi penyewanya, yang
artinya bagaimana kesehatan dan keadaan fisik perempuan tersebut setelah
melahirkan nanti sudah bukan tanggung jawab pasangan yang menyewanya. Jadi
apabila terjadi pendarahan, atau komplikasi pasca melahirkan, wanita ini tidak
berhak menuntut apapun kepada penyewanya, karena dalam perjanjian, posisinya
inferior. Pasangan yang menyewa hanya berpikir untuk mengambil bayi hasil
pesanan, bayar sewa dan selesai. Selain itu secara psikis, bagaimanapun seorang
ibu pasti mempunyai ikatan batin yang kuat dengan bayi yang telah 9 bulan
bergantung dalam rahimnya. Pasangan penyewa tidak akan memperdulikan dengan
kondisi dari perasaan si wanita yang notabene adalah seorang ibu yang pasti
akan merasa sangat kehilangan “sesuatu ” yang telah menjadi bagian dari
dirinya. Apalagi ini juga diperberat dengan jika ASI si ibu keluar lancar, ia
akan merasa kesakitan untuk bisa menghentikan aliran ASI-nya. Memang wanita
sewaan telah mengetahui resiko akan ada rasa kehilangan tersebut, namun sebelum
benar-benar mengalaminya, seorang wanita tidak akan pernah tahu seberapa sakit
rasa dipisahkan dengan bayi yang seharusnya ia bisa asuh sendiri itu. Masyarakat
kita masih menjunjung tinggi kehormatan wanita dalam sebuah perkawinan yang
sah. Karena itu secara moral juga, si wanita akan dipandang hina oleh
masyarakat karena dianggap telah hamil di luar nikah, mengandung anak hasil
perzinahan, dan setelah melahirkan pun, pandangan rendah pada sosok wanita ini
tak akan hilang begitu saja. Dalam hal ini wanita sewaan mengalami kerugian
fisik, mental, maupun moral.
Bayi yang dilahirkan.
Bayi yang menjadi pusat permasalahan hingga terjadi proses
sewa menyewa ini tak kalah merugi dengan adanya kasus seperti ini. Bagaimana
tidak karena ia sama sekali tidak akan pernah mendapatkan haknya untuk
menghisap ASI ibu kandungnya sendiri. ASI merupakan asupan gizi vital yang
seharusnya diberikan pada bayi, namun dalam kasus sewa menyewa rahim, hal ini
tidak akan pernah dipikirkan. Masa kontrak hubungan penyewa dengan wanita yang
disewanya hanya selama bayi berada dalam kandungan. Setelah bayi lahir,
hubungan mereka putus. Praktis ASI bukan bagian dari kontrak sewa rahim. Seperti
yang beberapa waktu lalu ditayangkan dalam salah satu stasiun televisi,
kenyataannya ada klinik-klinik tertentu yang malah menyediakan layanan penyewan
rahim ini satu paket dengan pengurusan dokumen-dokumennya yang notabene adalah
palsu. Dalam surat dan akta kelahiran si bayi pun tertera nama ibu kandung yang
sebenarnya adalah ibu angkat yang telah menyewa rahim wanita malang itu. Jadi
selama hidupnya si bayi tidak akan pernah merasakan kasih sayang ibu kandung
yang sebenarnya. Bayi yang dilahirkanpun mengalami kerugian fisik dan psikis.
Si penyewa wanita.
Apakah si wanita yang menyewa juga mengalami kerugian?
Sepertinya tidak karena ia memang menghendaki semua ini terjadi. Namun siapa
yang tahu bahwa di kedalaman hatinya pastilah ada perasaan tak rela mengijinkan
suaminya sendiri berhubungan sex dengan wanita lain. Meski hanya sebatas
kontrak, namun mereka pasti telah menyeleksi wanita yang akan disewa rahimnya
adalah benar-benar wanita sehat dan sesempurna mungkin. Bagaimana dengan
perasaan si istri sah ini ketika membesarkan anak hasil hubungan suaminya
dengan wanita sewaan yang pastinya bukan wanita sembarangan itu? Ketulusan
kasih sayang yang diberikan akan sangat diragukan realitasnya.
Si penyewa pria.
Sepertinya memang hanya si suami yang sama sekali tidak
merugi dengan kasus penyewaan rahim ini. Karena ia mendapatkan anak dari
benihnya sendiri, yang berarti bahwa bayi yang dilahirkan adalah anak
kandungnya. Selain itu ia juga bisa sekalian “piknik” menikmati hubungannya
dengan wanita selain istrinya, yang pasti adalah wanita terpilih yang
benar-benar terseleksi kwalitasnya. Karena mereka menginginkan bibit bayinya
kelak adalah bibit yang baik. Kalaupun diitung ada ruginya paling hanya besaran
jumlah materi yang harus ia keluarkan untuk biaya sewa rahim. Tapi toh itupun
masih setimpal dengan apa yang didapatnya, seorang anak kandung (yang tidak
akan bisa dihargai dengan uang sebesar apapun), dan kenikmatan sesaat yang
dilegalkan. Jadi dari keempat orang yang terlibat dalam kasus ini tampaknya si
suami penyewa rahim wanita itu adalah yang paling untung dan tanpa mengalami
kerugian apapun.
2. Alat pemecah masalah (المنهاج
المختبرة)
Dalam hal penyewaan rahim, dalam al qur’an maupun assunnah
tidak disebutkan secara shorih dalil yang menyebutkannya, karena hal ini
termasuk kasus baru atau masalah fiqih yang kontemporer. Maka untuk memecahkan
pencarian hukum permasalahan diatas, maka penulis menggunakan metode qiyas.
Qiyas menurut bahasa berarti “mengukur” , maksudnya adalah
mengukur sesuatu dengan yang lainnya untuk diketahui persamaan antara keduanya.
Dalam kitabnya Wahbah Az Zuhaili mengemukakan bahwa qiyas adalah menghubungkan
sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan
karena persamaan ‘illat antara keduanya. Sedangkan para ulama ushul fiqih
menyatakan qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak bernash, dengan sesuatu
yang bernash (dalam al-Qur’an dan hadits), dengan menyeberangkan kesamaan
‘illat.
Dasar diperbolehkannya qiyas adalah :
QS An Nisa’ : 59
Dialog antara rasulullah dengan muadz bin jabbal.
Qiyas akan dianggap sah apabila sudah terpenuhi
rukun-rukunnya. Para ulama ushul fiqih bersepakat, bahwasanya rukun qiyas ada
4, yaitu :
Al Ashlu.
Adalah masalah yang telah ditetapkan hukumnya dalam nash.
Baik itu dalam al qur’an maupun assunnah.
Hanafi MA. Mengemukakan beberapa syarat dari al ashlu adalah
sebagai berikut:
Hukum yang hendak dipindahkan kepada cabang masih ada pada
pokoknya. Kalau sudah tidak ada, misalkan sudah dihapuskan pada masa
rasulullan,maka tidak mungkin terdapat pemindahan hukum.
Hukum yang terdapat pada hukum ashl itu adalah hukum syara’,
bukan hukum akal atau yang berhubungan dengan bahasa.
Hukum ashal bukan merupakan hukum pengecualian.
Hukmul ashl
Yaitu hukum syara’ yang hendak ditetapkan kepada al far’u
dengan jalan qiyas. Syarat – syaratnya menurut abu zahrah adalah sebagai
berikut :
Hukum asal hendaklah berupa hukum syara’yang berhubungan
dengan amal perbuatan, karena yang menjadi kajian ushl fiqh adalah hukum
yangnmenyangkut amal perbuatan
Hukum ashal dapat ditelusuri illat hukumnya.
Hukum ashal itu bukan merupakan kekhususan bagi Nabi.
misalnya kebolehan Rasulullah beristri lebih dari empat wanita sekaligus.
Al far’u
Yaitu sesuatu yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam
Alqur’an, sunnah , atau ijma’, yang hendak ditemukan hukumnya melalui qiyas,
misalnya minuman keras wisky.
Syarat-syarat far’u menurut A. Hanafi MA adalah :
Cabang tidak mempunyai ketentuan sendiri. Jika cabang yang
diqiyaskan itu telah ada ketegasan hukumnya dalam Al-qur’an dan As-sunnah maka
qiyas tidak lagi berfungsi dalam masalah tersebut.
‘illat yang terdapat pada cabang terdapat sama dengan yang
terdapat pada ashal.
Hukam cabang harus sama dengan hukum pokok.
Illat
Illat menurut bahasa berarti sesuatu yang bisa mengubah
keadaan, misalnya penyakit disebut ‘illat karena sifatnya mengubah kondisi
seseorang yang terkena penyakit itu. Menurut istilah, seprti yang dikemukakan
oleh wahbah az zuhaili adalah “suatu sifat konkret yang dapat dipastiakn
keberadaanya pada setiap pelakunya dan menurut sifatnya sejalan dengan tujuan
pembentukan suatu hukum yang mewuudkan kemashlahatan dengan meraih kemanfaatan
dan menolak kemadlaratan dari manusia.”
Adapun mengenai syarat-syaratnya, para ulama ushul fiqih
mengemukakan beberapa syarat, yaitu :
Illat harus berupa sesuatu yang ada kesesuainnnya dengan
tujuan pembentukan suatu hukum. Artinya, kuat dugaan bahwa hukum itu terwujud
karena alasannya adanya ‘Illat itu bukan karena sesuatu yang lain. Dugaan kuat
itu timbul sebagai hasil dari penelitian hubungan sesuatu yang dianggap ‘illat
itu dengan kemaslahatan.
Illat harus bersifat jelas. Maka sesuatu yang tersembunyi
atau samar-samar tidak sah dijadikan ‘illat karena tidak dapat didetiksi
keadaannya.
‘illat harus berupa sesuatu yang bisa dipastikan bentuk,
jarak, atau kadar timbangannya jika berupa barang yang ditimbang sehingga tidak
jauh berbeda pelaksanannya antara pelaku dengan pelaku lain.
Qiyas dari segi perbandingan illat yang terdapat pada
ashalnya, terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
Qiyas Awlawi, yaitu bahwa ‘illat yang terdapat pada far’u
lebih utama dari pada ‘illat yang terdapat pada ashal.
Qiyas masawi, yaitu qiyas dimana ‘illat yang terdapat pada
cabang far’u sama bobotnya dengan bobot ‘illat yang terdapat pada ashal.
Qiyas al-adna, yaitu mengqiyaskan sesuatu yang kurang kuat
menerima hukum.
Sedangkan bila dilihat dari segi kejelasan illat, maka qiyas
dibagi dua, yaitu :
Qiyas jali, yaitu qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang
ditegaskan dalam al-qur’an dan sunnah Rasulullah, atau yidak ditegaskan secara
tegas dalam salah satu sumbertersebut, tetapi berdasarkan penelitian, kuat
dugaan bahwa tidak ada ‘illatnya.
Qiyas khafi, yaitu qiyas yang didasarkan atas ‘illat yang di
istinbathkan dari hukum ashal.
BAB II
DESKRIPSI PERMASALAHAN
Permasalahan Surrogate Mother atau penyewaan rahim perempuan
memang sangat menyita perhatian pada saat ini. Sebab dalam pengambilan hukumnya
masih di perdebatkan oleh kalangan ulama. Penyebab dari perdebatan dikalangan
ulama adalah proses penyewaan rahim atau Surrogate Mother yang menanamkan ovum
seorang wanita yang subur beserta sperma suaminya yang sah ke dalam rahim
wanita lain dengan imbalan sejumlah uang
atau tanpa balasan dengan berbagai sebab. Sehingga dari para ulama masih
memperdebatkan kasus yang telah terjadi terhadap artis yang berinisial ZM pada
Januari 2009 yang diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi dari
pasangan suami istri pengusaha.
Alasan penulis untuk Kontra atau tidak menyetujui adanya
penyewaan rahim adalah dari pembahasan di atas telah diketahui bahwa surrogate
mother memiliki sisi yang negatif sangat banyak dari pada dampak positifnya. Di
bawah ini penulis akan menjabarkan permasalahan penyewaan rahim dari berbagai
sudut pandang.
Sudut Pandang Agama.
Berkembangnya masalah ini tidak terlepas dari pantauan fiqih
Islam karena segala perbuatan manusia tidak akan pernah terlepas dari hukum
Islam. Penyewaan rahim baik dengan suka rela atau dengan imbalan berupa materi
dan dengan tujuan apapun di hukumi haram dalam islam. Untuk masalah penyewaan
rahim, ulama bersepakat bahwa masalah ini merupakan masalah yang terlarang
dalam islam dengan menimbang beberapa alasan. Yaitu:
Tidak adanya tali
pernikahan diantara pemilik sperma dan pemilik rahim. Dalam syariat islam,
syarat mutlak atas status legal atau sah dari kelahiran seorang anak ke alam
semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada seorang
perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi kehamilan
yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya penyewaan
rahim, maka dihawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang dijadikan
tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya perbuatan fitnah
dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan terjadi ketidak
jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi islam sangat menjaga kesucian
nasab.
Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli. Rahim tidak
termasuk dalam barang yang bisa diserah terimakan dengan imbalan materi
misalkan dengan disewa atau diperjual belikan atau dengan tanpa imbalan
misalkan dipinjamkan atau diserahkan dengan sukarela.
Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak dan
menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab. Terkadang dapat terjadi
penyia-nyiaan terhadap anak yang dihasilkan dari penyewaan rahim, misalkan saja
kalau terjadi cacat pada anak tersebut atau hal-hal yang tidak dapat diterima
oleh pihak penyewa, dan pihak yang disewa juga tidak mau merawatnya karena
tidak termasuk dalam perjanjian.
Pada 13 Juni 1979
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bayi tabung yang boleh
dilakukan tapi tidak dengan penyewaan rahim. Menurut Majelis Ulama Indonesia
(MUI) memfatwakan sebagai berikut :
Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim
isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama)
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibuyang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudianmelahirkannya, dan sebaliknya).
Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal
ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain
pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya
perbuatan zina sesungguhnya.
Sudut Pandang Hukum.
Secara hukum, penyewaan rahim dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor
73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan PelayananTeknologi Reproduksi Buatan.
Sudut Pandang Moral. Secara sisi moral bagi wanita yang
telah menyewakan rahimnya, biasanya jika telah mengandung dan melahirkannya si
wanita tersebut sulit untuk memberikan janin yang telah dilahirkannya. Maka
dari itu akan memancing timbulnya konflik antara pasangan yang telah menyewa
rahim dan wanita yang menyewakan rahimnya.
Sudut Pandang Masyarakat. Perempuan yang telah menyewakan
rahimnya akan mendapat stigma buruk jika ketahuan melakukan sewa rahim. Apalagi
jika hal tersebut dilakukan di Indonesia yang memiliki hukum dan budaya yang
kuat. Biasanya jika masyarakat mengetahui ada wanita yang telah menyewakan
rahimnya, maka masyarakat akan memandang buruk atau menilai rendah wanita
tersebut. Bisa-bisa wanita tersebut akan dikucilkan dari lingkungan masyarakat.
Sudut Pandang Negara Lain. Negara yang memberlakukan hukum
Islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi
buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya
inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya
tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan
terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal
itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.
BAB III
ISTINBATH ATAU HASIL
Penggunaan manhaj qiyas dalam istinbath hukum harus
mempunyai 4 unsur, yaitu : ashl, far’u , hukum asal, dan illat.
Dalam masalah penyewaan rahim ini, yang menjadi unsur-unsur
tersebut adalah :
Al far’u : nasab
anak yang di lahirkan melalui proses penyewaan rahim
Al ashlu :
- permasalhan Radha’ah
Dalil QS Lukman 14.
Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Hukum asal
Yang dimaksud dengan hukum Ashl yaitu ketentuan yang ada
pada Ashl, yang sudah ditetapkan melalui nash, dan juga hukum syara’ yang
terdapat pada ashal yang hendak ditetapkan pada far’u dengan jalan qiyas. Pada
masalah nasab anak yang di lahirkan dari proses penyewaan rahim ini, yang
menjadi hukum asal masalah adalah di perbolehkan, karena menyusukan anak kepada
orang lain adalah boleh.
Illat
Untuk mengetahui illat dari nasab anak yang di lahirkan
melalui proses penyewaan rahim maka harus dilakukan ta’liilul hukmi
تعليل الحكم
السبر
(identifikasi)
Persamaan yang dapat ditemui antara rahim titipan dengan
radha’ah adalah beberapa hal sebagai berikut :
Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.
Memberikan nutrisi kepada anak.
Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa
perantara alat.
Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada
rahim.
Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang (
yang menyusui atau mengandung).
التقسيم
(klasifikasi)
منضبط
(benda yang konkrit)
Memberikan nutrisi kepada anak.
Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa
perantara alat.
Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang (
yang menyusui atau mengandung).
غير منضبط (benda yang abstrak)
Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.
Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada
rahim.
تنقيح المنط (membersihkan illat)
Menghilangkan hal – hal yang tidak bisa dijadikan illat.
Yaitu hal – hal yang termasuk dalam golongan ghairu mundlabith.
Mengandung anak yang bukan dari hasil sexual intercost.
Memasukkan campuran sperma dengan ovum wanita lain kepada
rahim.
تحقيق المناط (penegasan)
Setelah pembuangan hal – hal diatas, maka didapati beberapa
hal yang tegas menjadi illat dari permasalahan ini, yaitu :
Memberikan nutrisi kepada anak.
Pemberian nutrisi dengan jalan secara langsung tanpa
perantara alat.
Menghasilkan hubungan kekerabatan antara anak dengan inang (
yang menyusui atau mengandung)
Berdasarkan faktor-faktot diatas, maka didapati bahwasanya
pernikahan antara seseorang dengan saudara rahim titipannya tidak dapat
dibenarkan dalam hukum islam. Karena berdasarkan metode qiyas di dapati hasil
hukum yang sama antara anak yang lahir dari rahim titipan dengan anak radha’ah.
Keduanya mendapatkan nutrisi secara langsung dari inang tanpa perantara suatu
apapun, artinya terdapat kontak secara langsung dan nutrisi itu menjadi unsur
pembangun dalam tubuh si anak.
Adapun konsekuensi dari masalah di atas adalah hubungan
keluarga antara anak dan inang sehingga anak tersebut mempunyai hubungan
saudara kandung dengan anak kandung inang yang haram untuk dinikahkan. Selain
itu disebutkan pula dalam Surat Al Luqman ayat 14, sebagai berikut :
Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
Dari ayat diatas, dapat diketahui bahwasanya yang dimaksud
dengan ibu adalah yang mengandung dan melahirkan, jadi meskipun tidak sedang
dalam satu susuan, anak yang lahir secara normal dari rahim suatu ibu, dengan
anak yang lahir dari rahim tersebut secara titipan tetaplah satu rahim dan
disamakan nasabnya. Artinya SM menjadi seorang ibu biologis bagi benih yang
dititipkan dalam kandungannya.
Di indonesia sendiri, rahim titipan sebenarnya merupakan
sesuatu yang tegas di haramkan. Namun apabila terjadi kasus seperti diatas,
maka pernikahan yang mereka lakukan disamakan dengan pernikahan sedarah (inses)
yang dihukumi fasakh apabila terlanjur terjadi, dan haram dilakukan apabila
masih belum terjadi.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari permasalahan yang telah penulis paparkan di atas, maka
penulis simpulkan bahwa Penyewaan rahim ini :
1) Rahim titipan adalah menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih
laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri, dan janin itu dikandung oleh
wanita tersebut sampai dia lahir, kemudian suami istri memberikan sejumlah
imbalan atas jasa rahim yang telah diberikannya.
2) Para ulama menyatakan perbedaan pendapat tentang nasab
anak yang dilahirkan melalui proses sewa rahim. Pendapat pertama menyatakan
bahwa anakyang lahir dari proses ini di nasabkan kepada ibu pemilik benih.
Manakala ibu yang mengandung dan melahirkan itu seumpama ibu susuan itu, maka
anak ini tidak dinasabkan padanya, hanya sekadar hukum sepersusuan. Pendapat
ini di kemukakan oleh, Dr. Muhammad Na’im Yasin, Dr. Abdul Hafiz Hilmi, Dr.
Mustafa Al-Zarqa, Dr. Zakaria Al-Bari, Dr. Muhammad As-Surtowi Dekan Fakulti
Syariah Universiti Jordan dan lain-lain. Pendapat ini berlandaskan asas bahawa
persenyewaan benih di antara benih suami isteri yang diikat oleh ikatan
perkahwinan yang sah, maka janin itu dinasabkan kepada mereka. Manakala ibu
tumpang tersebut mengambil hukum ibu susuan kerana ibu susuan memberi minum
susunya, lebih-lebih lagi ibu tumpang yang anak tersebut mendapat makanan dari
darahnya dari awal pembentukannya hingga sempurna kejadian sebagai seorang bayi
dan lahir. Oleh karena itu, lebih pantas nasab anak ini untuk ibu tumpang
tersebut dihukumkan sebagai ibu susuan. Di samping itu, ciri-ciri diri manusia
dan sifat yang diwarisinya ditentukan oleh mani dan benih ibubapaknya, bukan
ibu yang mengandung dan melahirkannya, kerana ibu tumpang hanya tempat
bergantung dan tumpang membesar. Hujah ini juga merupakan hujah kebanyakan
doktor yang ahli dalam bidang ini. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa
Termasuk golongan ini ialah sebagian besar para ulama’ dan peneliti antaranya
Sheikh Abdullah bin Zaid Ali mahmud, Dr. Muhammad Yusuf Al-Muhammadi, Sheikh
Muhammad Al-Khudri, Qadi Mahkamah Agung di Riyadh dan lain-lain. Mereka
berpendapat bahawa ibu yang dinasabkan kepada anak ini adalah ibu yang
mengandungkan bayi dan melahirkannya, manakala ibu pemilik benih itu seumpama
ibu susuan. Mereka melihat dari sudut anak itu dinasabkan kepada ibu yang
melahirkannya kerana nasab anak ditentukan berdasarkan tiga perkara yaitu
wanita yang melahirkannya, pengakuan suami, dan saksi. Kemudian dari pada itu,
ibu yang melahirkan anak tersebut akan mewarisi harta, dan anak itu dinasabkan
kepada suaminya, kerana الولد للفراس (anak adalah untuk suami). Pendapat ini di
tunjang oleh dalil yang di gunakan oleh Mereka yaitu :
Surah Al-Mujadalah : ayat 2,
Artinya : “Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara
kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu
ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan
dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Surah Al-Ahqaf : ayat 15 Artinya : “Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang
yang berserah diri".
Surah Al-Baqarah : ayat 233
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”
Surah Az-Zumar : ayat 6
Artinya : “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian
Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor
yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu
kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. yang (berbuat) demikian itu adalah
Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia;
Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”
Surah An-Nahl : ayat 78.
Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
3) Hukum nasab anak yang lahir dari rahim titipan milik
ibunya adalah sama dengan radha’ah yaitu haram, berdasarkan hasil istinbath
menggunakan manhaj QIYAS. Pendapat ini penyewaan rahim ini dalam sudut syariat
islam, syarat mutlak atas status legal atau sah dari kelahiran seorang anak ke
alam semesta adalah dengan melalui jalur resmi, yaitu pernikahan. Jika ada
seorang perempuan hamil diluar tali pernikahan, maka kehamilannya dihukumi
kehamilan yang tidak sah, begitu juga anak yang nanti akan lahir. Dengan adanya
penyewaan rahim, maka dikhawatirkan akan timbul fitnah kepada perempuan yang
dijadikan tempat penanaman janin. Padahal islam sangat mengecam adanya
perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik. Disamping itu juga dihawatirkan akan
terjadi ketidak jelasan nasab dari anak yang dilahirkan. Dan lagi islam sangat
menjaga kesucian nasab.
4) Sudut Pandang Hukum. Secara hukum, penyewaan rahim
dilarang di Indonesia. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan PelayananTeknologi Reproduksi Buatan.
0 komentar:
Posting Komentar