BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Pada zaman yang serba modern dan instan seperti zaman
sekarang, banyak manusia mendapatkan penghasilan yang begitu besar dengan
bermodalkan ilmu pengetahuan yang didapat dari jenjang pendidikan formal.
Pendidikan yang menusia dapat dari sistem pendidikan yang di programkan oleh
pemerintah, sedikit banyaknya dapat menimbulkan penghasilan-penghasilan yang
luar biasa besarnya di bandingkan hasil pertanian, peternakan dan perkebunan. Memang dalam satu kali panen dengan jangka
satu tahun, dari tiga bidang tersebut bisa menghasilkan keuangan besar, namun
bagi orang yang berpendidikan, penghasilan keuangan dalam satu bulan terkadang
sama dengan penghasilan panen dari tiga bidang tersebut. Karena dengan pendidikan
yang didapat oleh manusia, ia bisa memeliki profesi-profesi yang sesuai dari
bidang pendidikan yang telah ia perdalami.
Maka dari itu penulis kali ini akan membahas tentang zakat
profesi yang telah menjamur di zaman modern ini. Karena pada zaman Rasulullah
SAW hanya membahas tentang sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan
perdagangan. Sedangkan sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di
masa generasi terdahulu. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi
terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya zakat adalah pungutan
terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada
golongan yang membutuhkan.
Dalil yang penulis gunakan dalam pembahasan ini adalah surah
Al-Baqarah ayat 267, yaitu :
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä
(#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9
z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur
ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br&
©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Zakat Profesi.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sebut di atas,
maka penulis akan mendefinisikan zakat profesi. Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari
penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut
misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan,
artis, dan wiraswasta.
Jadi, zakat profesi ini adalah zakat yang di keluarkan oleh
seorang muslim, yang mana harta dari orang tersebut di hasilkan dari profesinya
atau bidang yabg seseorang tersebut menjadi ahli. Namun zakat profesi ini
adalah merupakan preoduk hasil ijtihad para ulama dalam zaman ini yang
nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga
cukup kuat.
Pandangan Ulama tentang zakat profesi.
Menanggapi persoalan zakat profesi ini, para ulama ahli
fiqih zaman dahulu dan zaman sekarang berpendapat mengenai zakat profesi ini.
Berdasarkan dalil-dalil yang mereka pahami, maka pandangan ulama tentang
permasalahan ini terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Para ulama
menolak adanya zakat profesi ini. Sebab Pendapat & Dalil Penentang Zakat
Profesi Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah
'ubudiyah. Sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh
dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari
Rosulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu membuatbuat aturan baru.
Diantara mereka yang berada dalam pandangan seperti ini adalah Fuqaha kalangan
Zahiri seperti Ibnu Hazm dan lainnya dan juga Jumhur Ulama, kecuali Mazhab
Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.
Umumnnya Ulama Hijaz seperti Syaikh Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin
Shalih Utsaimin, dan lainnya tidak menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr.
Wahbah Az-Zuhaily pun menolak keberadaan zakat profesi sebab zakat itu tidak
pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya Kitab FiqihKlasik
memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.
2. Para ulama
mendukung adanya zakat profesi. Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Abdur
Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf dan Syaikh
Yusuf Qaradhawi. Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan
profesi dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan sebagainya, apabila
telah mencapai nishab, maka wajib dikenakan zakatnya. Para Peserta muktamar
Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H / 30 April
1984 M juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nishab,
meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Pendapat ini
dibangun berdasarkan :
a. Ayat-ayat
Al-Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan
zakatnya, seperti dalam QS. At-Taubah (9) :103, QS. Al-Baqarah (2) : 267, dan
QS. Adz-Zaariyat (51) : 19. Firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman,
keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS.
Al-Baqarah (2) : 267). Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil
usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga
penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan, seniman, akunting,
notaries, dan sebagainya. Imam Ar-Razi berpendapat bahwa apa yang dimaksud
dengan hasil usaha tersebut meliputi semua harta dalam konsep menyeluruh, yang
dihasilkan oleh kegiatan atau aktivitas manusia. Karena itu nash ini mencakup
semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW, baik yang sudah
diketahui secara langsung, maupun yang dikiaskan kepadanya.
b. Berbagai
pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan
istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum
yaitu al-Amwaal, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah
dengan istilah al-Maal al-mustafad. Seperti terdapat dalam fiqh zakat dan
al-fiqh alislamy wa Adillatuhu. Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban
zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. Diantara
mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud,
dan diriwayatkan juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auzai.
Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah
ditulis dalam kitab-kitab, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4 : 83 dan
seterusnya al-Mughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2 : 6, Nail-Authar jilid 4 : 148,
Rudz an-Nadzir jilid 2 : 41, dan Subul as-Salam jilid 2 : 129.
c. Dari sudut
keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam penetapan kewajiban zakat pada
setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya
menetapkan kewajiban zakat pada komoditi-komoditi tertentu saja yang
konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung,
tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena
itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang
didapatkan para dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan profesi
lainnya.
d. Sejalan dngan
perkembangan kehidupan ataumanusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan
penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu
ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di
Negara-negara industry sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya,
menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap
perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabari menyatakan bahwa aturan dalam
Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat
manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia,
sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari
waktu ke waktu (Ruuh al-Dien al-Islamy, hal. 300)
Nisab Zakat profesi.
Setelah menegetahui dasar-dasar hukum yang di gunakan bagi
ulama yang meperbolehkan adanya zakat profesi dan bagi ulama yang tidak
menyetujuinya, penulis akan membahas bagaimana nisab dari zakat profesi ini dan
cara-cara untuk mengeluarkannya.
Nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi ada beberapa
perbedaan pendapatdari para Ulama ahli
fiqih dalam menentukan nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi. Dari
pendapat-pendapat mereka adalah :
1. Ulama dari
Empat Mazhab berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta kecuali sudah
mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu tahun. Adapun nishabnya
adalah senilai 85 gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa
Adillatuhu, juz II : 866, 1989)
2. Pendapat yang penulis ambil dari Syeikh
Muhammad Ghazali yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil
pertanian, baik dalam nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan,
yaitu 10%.
3. Pendapat yang
menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal, yaitu dalam hal nishab pada
zakat pertanian, sehingga dikeluarkan pada saat diterimanya, dan pada zakat
uang dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu,
juz II : hal. 866). Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat
pertanian, antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu
Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mu’awwiyah, dan juga dari sebagian seperti Imam Zuhri,
Hasan Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri
(Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866).
4. Pendapat
Madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi sebesar 20% dari hasil
pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan pemahaman mereka terhadap firman Allah
SWT dalam QS. Al-Anfaal ayat 41, yaitu :
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx«
¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä
«!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt
s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2
&äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
Artinya : “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu
peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah,
rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614],
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Menurut mereka berdasarkan ayat di atas adalah kata-kata
ghanintum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk gaji,
honorarium, dan pendapatan lainnya.
Namun, bagi ulama yang memnyamakan dan menetapkan prosentasi
zakat profesi sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5%, maka yang bersangkutan
harus mengeluarkan zakat dari hasil yang
diterimanhya dari profesi yang ia jalani setelah dikeluarkannya segala biaya
kebutuhan hidup yang wajar dan selama adanya sisa tersebut dalam masa setahun,
telah mencapai batas minimal yakni senilai 85 gram emas murni. Sedangkan bagi
ulama yang yang menganalogikan hasil-hasil dari profesi tersebut dengan zakat
pertanian, maka apabila dalam arti seperti itu ia menerima penghasilan senilai
653 kg hasil pertanian yang harganya paling murah, dan seketika itu juga ia
harus menyisihkan 5% atau 10% dari penghasilannya (tergantung kadar keletihan
yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
Cara penghitungan zakat profesi.
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan
menurut dua cara:
1. Secara
langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik
dibayarkan bulanan atau tahunan dengan batasan nisab sebesar 5 wasaq atau
setara dengan 653 Kg. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang
diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh:
Bapak Ahmad adalah seorang advokad yang menerima gaji perbulannya
sebesar Rp. 6.000.000,- sedangkan pada saat itu harga beras sebesar Rp.
5.000,-/ Kg. Jika di kalkulasikan Rp. 5.000,- X 653 Kg = Rp. 3.265.000,- dari
perhitungan batasan zakat atau nisab minimal zakat, maka penghasilan dari Bapak
Ahmad dalam satu bulan sudah lebih dari nisabnya. Dengan demikian Bapak Ahmad
wajib mengeluarkan zakat denagn perhitungan Rp. 6.000.000,- X 2,5% = Rp.
150.000,-
2. Setelah
dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang
penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,-
dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib
membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau
Rp 150.000,- per tahun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
Dari pemaparan penulis di atas tentang zakat profesi, maka
dapat di tarik sedikit kesimpulan dari pembahasan ini. Yaitu :
1. Dalam zakat
profesi ada dari kalangan ulama yang menyetujuinya dan ada pula yang menolak
dengan adanya zakat profesi ini.
2. Bagi yang
menyetujui mereka berkaca pada zaman sekarang yang bisa dikatakan 180o berbeda
dengan zaman dahulu. Perbedaan yang terjadi adalah pada zaman dahulu orang yang
bertani, berternak dan berdagang akan menjadi sangat kaya. Namun zaman sekarang
bagi yang berpenghasilan dari tiga bidang di atas itu masih di anggap kurang
mampu dari pada orang yang memiliki profesi-profesi penting dalam masyarakat.
Sehingga para ulama zaman kini berijtihad untuk menyelesaikan permasalahan ini,
dan mereka memutuskan adanya zakat profesi.
3. Bagi yang
tidak menyetujui, mereka beranggapan bahwa zakat-zakat seperti itu tidak pernah
di atur semasa Rasulullah SAW hidup. Sehingga mereka beranggapan bahwa zakat
profesi ini adalah bid’ah, yang tidak pernah Rasulullah SAW mengatur bahkan
mengerjakannya.
4. Untuk
perhitungan zakat ini sebagaimana yang di sebutkan oleh Yusuf Qardhawi ada dua
yaitu :
a. zakat
dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan
bulanan atau tahunan dengan batasan nisab sebesar 5 wasaq atau setara dengan
653 Kg. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya
oleh Allah.
b. zakat dihitung
2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil
diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan.
0 komentar:
Posting Komentar