Selasa, 20 Maret 2012

MAKALAH ZAKAT PROFESI



BAB I
PENDAHULUAN
  Latar Belakang.
Pada zaman yang serba modern dan instan seperti zaman sekarang, banyak manusia mendapatkan penghasilan yang begitu besar dengan bermodalkan ilmu pengetahuan yang didapat dari jenjang pendidikan formal. Pendidikan yang menusia dapat dari sistem pendidikan yang di programkan oleh pemerintah, sedikit banyaknya dapat menimbulkan penghasilan-penghasilan yang luar biasa besarnya di bandingkan hasil pertanian, peternakan dan perkebunan.  Memang dalam satu kali panen dengan jangka satu tahun, dari tiga bidang tersebut bisa menghasilkan keuangan besar, namun bagi orang yang berpendidikan, penghasilan keuangan dalam satu bulan terkadang sama dengan penghasilan panen dari tiga bidang tersebut. Karena dengan pendidikan yang didapat oleh manusia, ia bisa memeliki profesi-profesi yang sesuai dari bidang pendidikan yang telah ia perdalami.
Maka dari itu penulis kali ini akan membahas tentang zakat profesi yang telah menjamur di zaman modern ini. Karena pada zaman Rasulullah SAW hanya membahas tentang sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan. Sedangkan sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya zakat adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Dalil yang penulis gunakan dalam pembahasan ini adalah surah Al-Baqarah ayat 267, yaitu :
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚö‘F{$# ( Ÿwur (#qßJ£Ju‹s? y]ŠÎ7y‚ø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉ‹Ï{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? Ïm‹Ïù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî ÏJym ÇËÏÐÈ  


Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”

BAB II
PEMBAHASAN

  Pengertian Zakat Profesi.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sebut di atas, maka penulis akan mendefinisikan zakat profesi. Zakat Profesi  adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Jadi, zakat profesi ini adalah zakat yang di keluarkan oleh seorang muslim, yang mana harta dari orang tersebut di hasilkan dari profesinya atau bidang yabg seseorang tersebut menjadi ahli. Namun zakat profesi ini adalah merupakan preoduk hasil ijtihad para ulama dalam zaman ini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat.

  Pandangan Ulama tentang zakat profesi.
Menanggapi persoalan zakat profesi ini, para ulama ahli fiqih zaman dahulu dan zaman sekarang berpendapat mengenai zakat profesi ini. Berdasarkan dalil-dalil yang mereka pahami, maka pandangan ulama tentang permasalahan ini terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Para ulama menolak adanya zakat profesi ini. Sebab Pendapat & Dalil Penentang Zakat Profesi Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah 'ubudiyah. Sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rosulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu membuatbuat aturan baru. Diantara mereka yang berada dalam pandangan seperti ini adalah Fuqaha kalangan Zahiri seperti Ibnu Hazm dan lainnya dan juga Jumhur Ulama, kecuali Mazhab Hanafiyah yang memberikan keluasaan dalam kriteria harta yang wajib dizakati. Umumnnya Ulama Hijaz seperti Syaikh Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, dan lainnya tidak menyetujui zakat profesi. Bahkan Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak keberadaan zakat profesi sebab zakat itu tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya Kitab FiqihKlasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.
2.      Para ulama mendukung adanya zakat profesi. Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Abdur Rahman Hasan, Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahab Khalaf dan Syaikh Yusuf Qaradhawi. Mereka berpendapat bahwa semua penghasilan melalui kegiatan profesi dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan sebagainya, apabila telah mencapai nishab, maka wajib dikenakan zakatnya. Para Peserta muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada 29 Rajab 1404 H / 30 April 1984 M juga sepakat tentang wajibnya zakat profesi bila mencapai nishab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya. Pendapat ini dibangun berdasarkan :

a.        Ayat-ayat Al-Quran yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya, seperti dalam QS. At-Taubah (9) :103, QS. Al-Baqarah (2) : 267, dan QS. Adz-Zaariyat (51) : 19. Firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqarah (2) : 267). Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa segala hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan zakatnya. Dalam hal ini termasuk juga penghasilan (gaji) dari profesi sebagai dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan sebagainya. Imam Ar-Razi berpendapat bahwa apa yang dimaksud dengan hasil usaha tersebut meliputi semua harta dalam konsep menyeluruh, yang dihasilkan oleh kegiatan atau aktivitas manusia. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulullah SAW, baik yang sudah diketahui secara langsung, maupun yang dikiaskan kepadanya.

b.      Berbagai pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu al-Amwaal, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah al-Maal al-mustafad. Seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-fiqh alislamy wa Adillatuhu. Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. Diantara mereka adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, Shadiq, Baqir, Nashir, Daud, dan diriwayatkan juga Umar bin Abdul Aziz, Hasan, Zuhri, serta Auzai. Pendapat-pendapat dan sanggahan-sanggahan terhadap pendapat-pendapat itu telah ditulis dalam kitab-kitab, misalnya al-Muhalla oleh Ibnu Hazm, jilid 4 : 83 dan seterusnya al-Mughni oleh Ibnu Qudamah jilid 2 : 6, Nail-Authar jilid 4 : 148, Rudz an-Nadzir jilid 2 : 41, dan Subul as-Salam jilid 2 : 129.
c.       Dari sudut keadilan yang merupakan cirri utama ajaran Islam penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditi-komoditi tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, konsultan, seniman, akunting, notaries, dan profesi lainnya.

d.      Sejalan dngan perkembangan kehidupan ataumanusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di Negara-negara industry sekarang ini. Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat aspiratif dan responsive terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabari menyatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu (Ruuh al-Dien al-Islamy, hal. 300)

  Nisab Zakat profesi.
Setelah menegetahui dasar-dasar hukum yang di gunakan bagi ulama yang meperbolehkan adanya zakat profesi dan bagi ulama yang tidak menyetujuinya, penulis akan membahas bagaimana nisab dari zakat profesi ini dan cara-cara untuk mengeluarkannya.
Nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi ada beberapa perbedaan pendapatdari  para Ulama ahli fiqih dalam menentukan nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi. Dari pendapat-pendapat mereka adalah :
1.      Ulama dari Empat Mazhab berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu tahun. Adapun nishabnya adalah senilai 85 gram emas dengan kadar zakat sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866, 1989)
2.      Pendapat yang penulis ambil dari Syeikh Muhammad Ghazali yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik dalam nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%.
3.      Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal, yaitu dalam hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan pada saat diterimanya, dan pada zakat uang dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866). Pendapat yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian, antara lain diambil dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan Mu’awwiyah, dan juga dari sebagian seperti Imam Zuhri, Hasan Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866).
4.      Pendapat Madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi sebesar 20% dari hasil pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan pemahaman mereka terhadap firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfaal ayat 41, yaitu :
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqß™§=Ï9ur “Ï%Î!ur 4’n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@‹Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9t“Rr& 4’n?tã $tRωö6tã tPöqtƒ Èb$s%öàÿø9$# tPöqtƒ ‘s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4’n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃ωs% ÇÍÊÈ  
Artinya : “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Menurut mereka berdasarkan ayat di atas adalah kata-kata ghanintum dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk gaji, honorarium, dan pendapatan lainnya.

Namun, bagi ulama yang memnyamakan dan menetapkan prosentasi zakat profesi sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5%, maka yang bersangkutan harus mengeluarkan zakat  dari hasil yang diterimanhya dari profesi yang ia jalani setelah dikeluarkannya segala biaya kebutuhan hidup yang wajar dan selama adanya sisa tersebut dalam masa setahun, telah mencapai batas minimal yakni senilai 85 gram emas murni. Sedangkan bagi ulama yang yang menganalogikan hasil-hasil dari profesi tersebut dengan zakat pertanian, maka apabila dalam arti seperti itu ia menerima penghasilan senilai 653 kg hasil pertanian yang harganya paling murah, dan seketika itu juga ia harus menyisihkan 5% atau 10% dari penghasilannya (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.

  Cara penghitungan zakat profesi.
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
1.            Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan dengan batasan nisab sebesar 5 wasaq atau setara dengan 653 Kg. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh:  Bapak Ahmad adalah seorang advokad yang menerima gaji perbulannya sebesar Rp. 6.000.000,- sedangkan pada saat itu harga beras sebesar Rp. 5.000,-/ Kg. Jika di kalkulasikan Rp. 5.000,- X 653 Kg = Rp. 3.265.000,- dari perhitungan batasan zakat atau nisab minimal zakat, maka penghasilan dari Bapak Ahmad dalam satu bulan sudah lebih dari nisabnya. Dengan demikian Bapak Ahmad wajib mengeluarkan zakat denagn perhitungan Rp. 6.000.000,- X 2,5% = Rp. 150.000,-
2.            Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.

BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan.
Dari pemaparan penulis di atas tentang zakat profesi, maka dapat di tarik sedikit kesimpulan dari pembahasan ini. Yaitu :
1.      Dalam zakat profesi ada dari kalangan ulama yang menyetujuinya dan ada pula yang menolak dengan adanya zakat profesi ini.
2.      Bagi yang menyetujui mereka berkaca pada zaman sekarang yang bisa dikatakan 180o berbeda dengan zaman dahulu. Perbedaan yang terjadi adalah pada zaman dahulu orang yang bertani, berternak dan berdagang akan menjadi sangat kaya. Namun zaman sekarang bagi yang berpenghasilan dari tiga bidang di atas itu masih di anggap kurang mampu dari pada orang yang memiliki profesi-profesi penting dalam masyarakat. Sehingga para ulama zaman kini berijtihad untuk menyelesaikan permasalahan ini, dan mereka memutuskan adanya zakat profesi.
3.      Bagi yang tidak menyetujui, mereka beranggapan bahwa zakat-zakat seperti itu tidak pernah di atur semasa Rasulullah SAW hidup. Sehingga mereka beranggapan bahwa zakat profesi ini adalah bid’ah, yang tidak pernah Rasulullah SAW mengatur bahkan mengerjakannya.
4.      Untuk perhitungan zakat ini sebagaimana yang di sebutkan oleh Yusuf Qardhawi ada dua yaitu :
a.       zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan dengan batasan nisab sebesar 5 wasaq atau setara dengan 653 Kg. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah.
b.      zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan.

0 komentar:

Jangan Lupa Komentar Looo...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | free website templates | Free Vector Graphics | Web Design Resources.